jemberyangitu.com

Beneath Collective, Angin Segar Skena Musik Alternatif Di Jember

Perkenalkan, kami Beneath Collective! Sebuah kumpulan orang-orang yang memiliki kesenangan dalam hal-hal yang berkaitan dengan musik seperti bermain band, mengadakan acara, atau menulis. Kami bekerja dan berkreasi secara kolektif.

Awalnya, kebosanan dengan sajian musik di Jember yang kurang variatif dan stagnan menginspirasi kami untuk berkumpul dan membentuk kolektif musik bernama Beneath. Pembentukan ini ditandai dengan gelaran Showcase 1 pada 14 Agustus 2023. Nama Beneath dipilih karena terdengar enak diucapkan dan didengar.

Untuk menjadi bagian dari Beneath, kalian cukup menyediakan SKCK dan ijazah terakhir, hehehe. Beneath bukan partai politik atau hal rumit lainnya yang eksklusif. Siapa saja yang ingin membantu dan terlibat dalam proses kreativitas Beneath sudah menjadi bagian dari Beneath.

Beneath mencoba membawa angin segar di belantika skena musik Jember dengan mengadakan acara dan mengarsip setiap kejadian di dalamnya. Beruntungnya, setiap Showcase disambut dengan lahirnya band-band baru yang berkomitmen membawakan aliran musik alternatif di Jember.

Hal ini menandakan bahwa ada potensi dan hasrat untuk tidak terpaku pada satu aliran musik saja. Semakin beragam pilihan musik, semakin bagus, bukan? Namun, kendala mereka adalah tidak memiliki wadah untuk tampil. Nah, di sini Beneath hadir.

Singkatnya, ekosistem musik di Jember masih monoton. Band-band baru mulai bermunculan dengan warna musik baru, sementara beberapa band lawas masih aktif dan ada juga yang bubar. Penyelenggara acara masih sedikit di Jember, terutama yang memiliki etos kolektif seperti kami. Penyedia alat seperti lighting, visual, dan sound sudah memadai di Jember, tinggal menyesuaikan kebutuhan saja.

Kesulitannya adalah kurangnya lokasi yang memadai untuk acara musik, sehingga seringkali teman-teman harus memutar otak agar venue yang ada aman, nyaman, tidak membosankan, dan cocok untuk acara musik. Mengenai penonton, pengalaman dari Beneath Showcase 1 & 2 menunjukkan banyaknya wajah-wajah baru, dan itu pertanda baik menurut kami.

Yang paling penting adalah orang-orang di dalamnya. Ekosistem musik yang sudah terbentuk seharusnya memiliki banyak sektor yang saling berkaitan dan bermutualisme. Di Jember, banyak sektor yang belum ada pegiatnya atau sudah ada tetapi tidak terkoneksi dengan baik, sehingga ekosistemnya jalan di tempat. Tapi, apakah ekosistem skena musik di kota ini sudah terbentuk? Argh!

Kami senang dan semoga selalu senang. Dari awal, niat kami hanya untuk bersenang-senang. Menonton teman-teman bermain musik dan memiliki teman baru yang sama-sama mencintai musik itu sangat menyenangkan.

Berharap pada pemerintah mungkin tidak realistis🤣. Toh, sudah ada golongan yang disupport penuh oleh pemerintah, jadi biarkan mereka saja yang mendapat dukungan

Semoga skena musik Jember tetap menyenangkan.

Kami tidak memiliki mimpi besar. Kami akan terus mengadakan acara, membuka koneksi ke luar kota, dan bersenang-senang saja.

Share this post

SUBSCRIBE OUR NEWSLETTER

Jangan Ketinggalan! Dapatkan Berita Terbaru & Update Seru dari Jember Langsung di Email Kamu!

ARTIKEL TERKAIT

Perkenalkan, kami Beneath Collective! Sebuah kumpulan orang-orang yang memiliki kesenangan dalam hal-hal yang berkaitan dengan musik seperti bermain band, mengadakan acara, atau menulis. Kami bekerja dan berkreasi secara kolektif.

Awalnya, kebosanan dengan sajian musik di Jember yang kurang variatif dan stagnan menginspirasi kami untuk berkumpul dan membentuk kolektif musik bernama Beneath. Pembentukan ini ditandai dengan gelaran Showcase 1 pada 14 Agustus 2023. Nama Beneath dipilih karena terdengar enak diucapkan dan didengar.

Untuk menjadi bagian dari Beneath, kalian cukup menyediakan SKCK dan ijazah terakhir, hehehe. Beneath bukan partai politik atau hal rumit lainnya yang eksklusif. Siapa saja yang ingin membantu dan terlibat dalam proses kreativitas Beneath sudah menjadi bagian dari Beneath.

Beneath mencoba membawa angin segar di belantika skena musik Jember dengan mengadakan acara dan mengarsip setiap kejadian di dalamnya. Beruntungnya, setiap Showcase disambut dengan lahirnya band-band baru yang berkomitmen membawakan aliran musik alternatif di Jember.

Hal ini menandakan bahwa ada potensi dan hasrat untuk tidak terpaku pada satu aliran musik saja. Semakin beragam pilihan musik, semakin bagus, bukan? Namun, kendala mereka adalah tidak memiliki wadah untuk tampil. Nah, di sini Beneath hadir.

Singkatnya, ekosistem musik di Jember masih monoton. Band-band baru mulai bermunculan dengan warna musik baru, sementara beberapa band lawas masih aktif dan ada juga yang bubar. Penyelenggara acara masih sedikit di Jember, terutama yang memiliki etos kolektif seperti kami. Penyedia alat seperti lighting, visual, dan sound sudah memadai di Jember, tinggal menyesuaikan kebutuhan saja.

Kesulitannya adalah kurangnya lokasi yang memadai untuk acara musik, sehingga seringkali teman-teman harus memutar otak agar venue yang ada aman, nyaman, tidak membosankan, dan cocok untuk acara musik. Mengenai penonton, pengalaman dari Beneath Showcase 1 & 2 menunjukkan banyaknya wajah-wajah baru, dan itu pertanda baik menurut kami.

Yang paling penting adalah orang-orang di dalamnya. Ekosistem musik yang sudah terbentuk seharusnya memiliki banyak sektor yang saling berkaitan dan bermutualisme. Di Jember, banyak sektor yang belum ada pegiatnya atau sudah ada tetapi tidak terkoneksi dengan baik, sehingga ekosistemnya jalan di tempat. Tapi, apakah ekosistem skena musik di kota ini sudah terbentuk? Argh!

Kami senang dan semoga selalu senang. Dari awal, niat kami hanya untuk bersenang-senang. Menonton teman-teman bermain musik dan memiliki teman baru yang sama-sama mencintai musik itu sangat menyenangkan.

Berharap pada pemerintah mungkin tidak realistis🤣. Toh, sudah ada golongan yang disupport penuh oleh pemerintah, jadi biarkan mereka saja yang mendapat dukungan

Semoga skena musik Jember tetap menyenangkan.

Kami tidak memiliki mimpi besar. Kami akan terus mengadakan acara, membuka koneksi ke luar kota, dan bersenang-senang saja.

Awalnya, Jasmine mencoba banyak hal di dunia konten. Mulai dari komedi, cover lagu, quote galau, sampai konten beauty dan semuanya sudah dijajal. Tapi titik baliknya datang dari hal yang nggak disangka-sangka, konten tentang bahasa Jemberan.

Ide itu muncul karena keseharian Jasmine emang udah akrab banget dengan bahasa Jember. Itu bahasa yang ia pakai ngobrol sehari-hari bareng teman-temannya. Tapi saat dijadikan konten, eh lha kok malah boom! Meledak ugal-ugalan. Viral di mana-mana. Dari situ, orang-orang mulai menyebutnya Ratu Jember. Wkwkwk, guyonnn.

Tapi di balik kelucuan itu, ada alasan mendalam kenapa Jasmine memilih untuk menaikkan bahasa Jemberan ke permukaan. Menurutnya, bahasa ini unik, perpaduan Jawa dan Madura yang cuma bisa ditemukan di Jember, terlepas di daerah lain juga memiliki kecenderungan yang sama. Tapi Jember memiliki keunikannya sendiri. Sayangnya, nggak semua orang melihat keunikannya. Jasmine sering mendengar orang bilang bahasa Jember itu aneh. Bahkan ada yang sampai mengolok-olok.

Dari rasa nggondok itulah muncul semangat “Bahasa Jember itu identitas, dan kita perlu bangga,” ucap jasmine saat kami wawancara.

Sebelum viral dan punya banyak pengikut, Jasmine punya kesibukan kuliah dan ikut lomba nyanyi. Bakat menyanyi ini sudah diasah sejak kecil. Sejak kelas 5 SD, ia sudah ikut les vokal. Dari situ, bakatnya berkembang sendiri hingga sekarang aktif mengisi acara di kafe, event, sampai wedding di Jember.

Kalau ditanya soal dunia musik Jember, Jasmine bilang, skenanya asyik dan saling dukung. Antar musisi saling support. Kalau ada yang tampil, yang lain datang nonton. Suasana itu yang bikin musik di Jember tetap hidup dan hangat.

Setelah melewati banyak fase, Jasmine akhirnya merilis single perdananya: “Lih Ngaliho”, lagu ciptaan Ayus Bangga yang sudah lama disimpan seperti harta karun.

Kenapa lagu ini begitu menyentuh bagi Jasmine? Karena liriknya yang relate banget dengan kisah asmaranya. Tentang perempuan yang lelah ditarik ulur, lalu saat diajak balikan, jawabannya: “Yowes, ngaleho mat.” Udah cukup.

Lagu ini full pakai bahasa Jemberan. Menurut kami di JYI, ini adalah lagu yang “wanian”, otentik, dan khas banget. Cocok buat menemani kalian yang lagi patah hati, keliling kota Jember habis hujan, sendirian, sambil dengerin “Lih Ngaliho.” Kami menyebutnya: “Melancholy di Jember.”
.
Jasmine masih akan terus jadi content creator. Tapi sekarang langkahnya juga mulai mantap sebagai musisi. Dunia ini luas, dan Jasmine sedang menjelajahi banyak gelombangnya.

Dan sebagai penutup, kita kasih kuot andalan Jasmine:

“Jangan pernah sekali-kali kamu menduakan orang yang sudah memberikan segalanya untuk kamu. Karena sekali kamu melakukannya, kamu nggak akan menemukan orang seperti dia dua kali.”

Papa Acid adalah unit band rock asal Jember, nyel. Terbentuk dari semangat bermusik yang mendidih, dengan dorongan kuat untuk menghadirkan penyegar rasa dalam lanskap musik lokal yang kian padat namun terasa hambar. Band ini beranggotakan lima personel, yang awalnya bertemu dari latar belakang dan profesi berbeda. Soal siapa saja mereka dan memegang alat apa, cek langsung Instagram-nya. Biar lebih afdol.

Sebagai band Rock N’ Roll, tentu slogan klasik “Sex, Drugs & Rock N’ Roll” sudah tak asing. Tapi Papa Acid tidak serta-merta mengamininya sebagai pilihan jalan hidup. Mereka lebih senang jadi bocah santun. Santun, tapi tetap berani. Bocah yang mencoba mengusung perspektif lain, lebih dekat ke keresahan zaman. “Nakal memang pilihan, tapi doa ibu selalu terdepan,” ujar salah satu personel sambil menawari kami secangkir Americano.

“Keresahan kami sebenarnya kami tulis di lagu Saray, Mas. Ya, kami bisanya cuma lewat musik. Kebetulan lagu ini salah satu yang pakai Bahasa Indonesia. Biar lebih nyampe aja,”
ungkap Jeremie, salah satu pentolan Papa Acid.

Lagu Saray memang terasa lebih mudah dicerna dibanding karya mereka lainnya. Easy listening, tapi tetap menggigit. Lagu ini bicara soal maraknya pelecehan seksual daring, isu nyata yang meninggalkan trauma panjang bagi korban. Lewat Saray, Papa Acid mencoba menyadarkan bahwa dunia bisa bekerja dengan cara yang kejam, dan bahwa anak muda sekarang perlu lebih waspada dan peduli dengan pola pergaulannya.

Tahun lalu (2023), kami sempat diundang ke acara album release party mereka. Sebelum berangkat, kami bertukar pesan dengan Nuran Wibisono, seorang kakak jurnalis dan penulis musik yang kebetulan juga wong Jember.

“Iki rodok bedo ambek band-band Jember liyane. Aku sing pertama kali ngrungokno ae langsung seneng,” ucap Kak Uyan, begitu kami biasa memanggilnya.

Album mereka yang berjudul Nice Boys Who Play Rock N Roll, terinspirasi dari buku karya Nuran Wibisono sendiri, Nice Boys Don’t Write Rock N Roll. Album ini memuat sembilan track yang mengusung tema besar soal perlawanan terhadap sistem, hak asasi manusia, hingga retorika konstitusi yang makin keropos.

Seperti lava mendidih yang hendak mencari celah keluar dari bibir gunung, lagu “The Unforgotten” jadi salah satu trek yang penuh daya ledak. Lagu ini mengingatkan kita pada rentetan sejarah kelam bangsa: Munir, Marsinah, Wiji Thukul, tragedi ‘65, hingga amarah reformasi 1998. Papa Acid tak sekadar menyinggung, mereka menuntut kita bertanya ulang tentang keadilan yang runtuh, tentang konstitusi yang lapuk dari Orde Baru sampai hari ini.

Tahun ini (2024), mungkin jadi tahun terakhir mereka menetap di Jember, menyusul rencana hijrah musikal mereka ke Jakarta. Tapi tidak apa-apa,karena mendukung mereka berarti percaya bahwa musik yang baik harus terus tumbuh. Jangan jadi pecundang yang berhenti mendengarkan hanya karena mereka tak lagi sekota.

“Di setiap panggung, kami selalu mengenalkan bahwa Papa Acid adalah band dari Jember. Akan selalu seperti itu. Enggak akan berubah,” tambah Jeremie.

Bagi Papa Acid, Jember bukan sekadar titik mula. Mereka menyebutnya sebagai Jembatan Bermusik. Kota kecil di timur Jawa ini, yang kadang bikin geleng-geleng kepala karena kompleksitasnya, justru menjadi tempat di mana semua dimulai. Dan mungkin, dari sinilah jalan panjang menuju surga kecil musik yang Tuhan sembunyikan di antara puing-puing gumuk dan angin yang bau tanah basah akan terbuka.

Papa Acid, buat kami, adalah bocah kecil dari Jember yang sedang asyik-asyiknya bermain Rock N Roll. Dan semoga tak pernah lelah untuk terus bermain.